Sabtu, 28 Maret 2015

SUMBER HUKUM ISLAM_al-Sunnah

Difinisi As-Sunnah
Kata Sunnah berasal dari kata yang berarti cara yang biasa dilakukan, apakah cara itu sesuatu yang baik ataupun yang tercela. Diambil dari perkataan orang Arab : sannal maa’u, yang berarti air yang mengalir secara terus menerus dan berkesinambungan.
Menurut istilah syara as-Sunnah ialah “segala sesusatu yang datang dari Rasulullah baik ucapan, perbuatan ataupun tairir”.
·         As-Sunnah Fi’liyah adalah segala perbuatan Rasulullah saw, misalnya beliau mengerjakan shalat lima waktu lenglap dengan kaifiyahnya.
·         As-Sunnah Tkririyah adalah segala perbuatan sahabat nabi yang disetujui oleh Rasulullah saw baik mengenai ucapan sahabat atau perbuatan mereka. Takrir disini terkadang dengan cara membiarkan atau tidak ada tanda-tanda atau merestui atau menganggap baik terhadap perbuatan itu.
Hubungan Al-Qur’an dan As-Sunnah
As-Sunnah adalah penafsiran praktis terhadap Al-Qur’an, implementasi realistis dan juga implementasi ideal Islam. Pribadi Nabi Muhammad saw itu sendiri adalah merupakan penafsiran Al-Qur’an dan pengewajantahan Islam.
Pengertian itu telah diketahui oleh Ummul Mu’minin ‘Aisyah ra dengan pemahaman pengetahuannya dan dengan pergaulannya bersama Rasulullah saw. Maka ia mengungkapkan dengan ungkapan-ungkapan cemerlang mengandung kedalaman arti ketika ia ditanya tentang budi pekerti Rasulullah saw, ia menjawab “budi pekertinya adalah Al-Qur’an” khulkuhul qur’an.
Ditinjau dari segi kehujjahannya dan rujukan di dalam pembentukkan hukum Islam, maka hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur’an sebgai urutan yang mengiringi atau sebagai urutan kedua setelah Al-Qur’an yakni sebagai rujukan dalam menentukan hukum jika memang tidak mendapatkan di dalam Al-Qur’an.
Ditinjau dari segi hukum yang ada3 persepektif As-Sunnah
Kemudian Imam Al-Baihaqi menjelaskan pendapatnya dalam suatu bab “bayanu wujuhis sunnah”, bahwa imam As-Syafi’i berkata, kedudukan sunnah Rasulullah saw mempunya tiga perspektif, ialah :
1.      Adakalanya Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur’an. Dengan demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber. Berdasarkan hukum tersebut terdapat perintah untuk mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, ibadah haji ke Baitullah. Dan tentang larangan menyekutukan Allah SWT, dilarang berzina, persaksian palsu dan perintah serta larangan lainnya ditunjukkan Al-Qur’an dan dikuatkan oleh As-Sunnah sehingga di atas keduanya berdiri dalil.
Yang diturunkan Allah dalam Al-Qur’an sebagai suatu nash, maka Rasulullah melaksanakannya sebagaimana isinya.
2.      Kadang juga Sunnah berfungsi sebagai penafsi atau perinci dari hal-hal yang disebut secara mujmal dalam Al-Qur’an secara mutlak atau memberikan tahkshis (pengecualian) terhadap hukum yang ‘am (umum).
3.      Kadang pula Sunnah tersebut menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapt di dalam Al-Qur’an. Atau Sunnah ini menetapkan hukum yang tudak disebutkan di dalam nash Al-Qur’an. Diantara hukum ini adala haramnya binatang buas punya taring dan burung  yang berkuku tajam untuk dimakan.
Sebagian ulama menemukakan pendapat bahwa Allah sengaja mewajibkan Nabi taat kepadaNya, dimana hal Allah telah megetahuinya dan memberikannya taufik kepadanya, sehingga meridhai segla sunnahnya berkaitan dengan tidak adanya hukum yang terdapat pada nash Al-Qur’an.  
Kehujjahan As-Sunnah
Umat Islam sepakat bahwa apa saja yang datang dari Rasulullah saw baik ucapan, perbuatan atau taqrir membentuk suatu hukum atau tuntunan yang disampaikan kepada kita dengan sanad yang shahih dan mendatangkan yang qath’i atau zanni. Karenanya dengankebenaran itu adalah sebagai hujjah bagi umat Islam yang boleh untuk para mujtahid dijadikan sebagi rujukan istimbat dan hukum-hukum syri’at.
Kehujjahan As-Sunnah ini dapat dibuktikan sebagai berikut :
a)      Adanya nash-nash Al-Qur’an yand g dalam ini Allah SWT  memerintahkan melalui ayat-ayatNya untuk taat kepada  Rasulullah, ini berarti mentaati Allah SWT. Allah juga memerintahkan kepada umat Islam jika mereka berselisih faham tentang suatu masalah, hendaknya mengemabalikan persoalan tersebut kepada Allah  dan RasulNya.
b)      Ketika Rasulullah saw masih hidup para sahabat meleksanakan hukum-hukum dan meleksanakan segala perintah dan larangan-larangannya, serta tentang halal dan haram. Wajar jika Muadz bin Jabal menyatakan “jika tidak aku dapatkan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dalam rangka menghukum sesuatu, maka aku akan memutuskannya dengan Sunnah Rasul”.
c)      Di dalam Al-Qur’an Allah SWT telah jelas mewajibkan kepada umat manusia untuk melakuakan ibdah fardhu dan lafazh tanpa penjelasan secara ditail, baik mengenai cara hukumnya maupun cara melaksanakannya. Sesuai firman Allah SWT :
“...........dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat........”(Q.S. 4 : 77)
“..........diwajibkan atas kamu berpuasa..........(Q.S. 52 : 83)
Batalnya Hujjah Golongan Yang Menolak Sunnah
Imam Al-Baihaqi telah meguraikan suatu bab pejelasan batalnya dalil yang dijadikan alasan alasan dan dasar hukum (hujjah) oleh sebagai orang yang bersikap menolak sunnah Rasulullah, yaitu yang diriwayatkan oleh orang-orang yang haditsnya dinilai dhaif. Maksudnya dengan hadits tersebut untuk menolak sunnah Rasulullah dan terbatas hanya menerima qur’an saja.
Imam As-Syafi’i mengatakan, sebagian mereka yang bersikap menolak sunnah Rasulullah berargumentasi kepada saya melalui suatu riwayat yang mengatakan bahwa “ sesuatu yang datang dariku maka bandingkanlah olehmu dengan kitabullah (Al-Qur’an). Sesuatu yang denga Al-Qur’an, berarti aku telah mengatakannya dan sesuatu yang menyalahi Al-Qur’an, berarti aku tidak mengatakannya”
Imam As-Syafi’i mengatakan bahwa sunnah sama sekali tidak akan menyalahi Al-Qur’an. Bahkan Sunnah Rasulullah akan menjelaskan arti yang terkandung dalam Al-Qur’an “aam, naskh atau manshukh. Kemudian para sahabat menunaikan ketentuannya apa yang dilakukan Rasul, karena diwajibkan oleh Allah SWT maka orang yang menerima tuntunan dari Rasulullah identik dengan menerimanya dari Allah SWT.
Imam Al-Baihaqi mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif, tidak dapat dijadikan dasar hukum, yang semisal tulisan bin Abdullah bin Dhamirah.
Kemudian Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad dari shaleh bin Musa dari Abdul Aziz bin Rafi’ dari Abi Shalih dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda : “sesungguhnya akan datang kepadamu beberapa hadits yang saling bertentangan kepdamu yang, sesuai denga Al-Qur’an dan Sunnahku itu’ berarti datwang dari ku , dan sesusatu yang datang kepadamu menyalahi Al-Qur’an dan Sunnahku berarti bukan dariku”.
Menurut pendapat kami, hal seperti itu menujukkan pengeritan sunnah sebagaimana pandangan kita, bukan menydutkan kita. Bukanlah anda dapat memperhatikan sabad Nabi saw pada hadits tersebut.” Sesuatu yang datang kepadamu yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnahku. “
Kami yang tidak melihat satupun ulama ahli hadits yang meriwayatknnya dari Abu Hurairah. Al-Baihaqi menandaskan bahwa Yahya bin Adum didalam sanad dan matannya terdapat banyak perselisihan, sehingga menjadikan hadits ini mutharib, sebab sebgian mereak menceritakan hadits itu dari Abu Hurairah dan sebagian yang lain tidak menyebut dari Abu Hurairah, memandangnya hadits Murshal. Sedang yang lain menyampaikan dengan matan : “apabila engkau meriwayatkan suatu hadits dariku, maka pertimbangkanlah dengan kitabullah.”
Perkataan dan Perbuatan Rasul yang tidak termasuk Syari’at Islam
Perkataan dan perbubatan Rasullah saw itu hanya dapat dijadikan hujjah dan harus di ikuti setiap muslim jika hal-hal tersebut datang benar-benar dari Rasul sehingga membentuk syari’at secara umum.
Allah SWT berfiman :
katakanlah, sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperit kamu yang diwahyukan kepadaku.........”(Q.S. 18 : 10)
a)      Yang bersumber dari Rasulullah saw yang sifatnya manusiawi, misalnya berdiri, duduk, berjalan, makan, tidur, minum bukanlah merupakan hukum syariat. Sebab perbuatan-perbuatan tersebut tidak bersumber dari misi kerasulannya, hanya pangkal kepada naluri kemanusiaannya.
b)      Yang bersumber dari Rasulullah saw yang sifatnya pengetahuan manusia, kepintaran dan percobaan tentang masalah dunia, misalnyamengembala, bertani, berdagang.
c)      Apa-apa yang bersumber dari Rasulullah dan ada yang menunjukkan tentang kekhususan Nabi disamping bukan merupakan syariat Islam umum, misalnya kebolehan bagi beliau untuk menikah lebia dari empat wanita.



DAFTAR PUSTAKA
Abbas Mutawatil Hammadah, Sunnah Nabi, Gema Risalah Press. Bandung. 1997.
Abdul Wahab Khalaf, Imu Ushul Fiqh, Gema Risalah Press, Bandung, 1996.
Al-Qardawi Yusuf, Metode Memahami As-Sunnah Dengan Benar, Media Dakwah, Jakarta, 1994.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, Logos Ilmu, Jakarta,1997.
As-Suyuthi Jalaluddin, Argumentasi As-Sunnah kontra atas Penyimpangan Sumber Hukum Orisinil, Risalah Gusti. Surabaya, 1997.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar