Kebanyakan orang menganggap bahwa musik merupakan seni yang cukup menikmatinya
dengan cara didengarkan saja, tidak dengan cara lainnya. Berbeda
halnya dengan memasuki industri musik, hematnya adalah rekaman. Rekaman
hanyalah bagian dari pendokumentasian sebuah hasil karya musik yang hanya dapat
dinikmati dengan mendengarkannya saja, bertujuan untuk memperkenalkannya kepada
publik dengan cara yang efesien tanpa harus berhadapan langsng dengan penikmat.
Namun bukanlah itu yang dimaksud dari karya seni musik yang sesungguhnya. Bahkan
di era industri musik sekarang, menurut keterangan salah satu teman penulis
yang pernah mendemokan album lagu ke salah satu label (mayor) musik di Jakarta
bahwa ironinya rekaman dapat dimanipulasi. Misalnya ada sebuah grup band akan
merekam sebuah hasil karnyanya. Namun pengisi musik di dalam rekaman tersebut
dapat diisi oleh orang yang bukan dari personil band itu sendiri, karena dianggap (sebagian) personil tersebut masih belum mempunyai kemampuan bermusik mumpuni oleh produser rekaman. Pada hakikatnya di kalangan akademis
khususnya seni musik adalah bagian dari seni pertunjukan (performance of art),
yang mempunyai bentuk audio dan visiual. Artinya
adalah musik harus dinikmati dengan cara melihat dan didengarkan. Maka aksi panggung,
mimik muka, emosi, penampilan, penghayatan serta keterampilan berbicara kepada
audiens juga sangat diperlukan, agar mempunyai “nilai jual” yang layak.
Dalam filsafat seni, karya seni harus mengandung banyak nilai
(esensi), karena dengan nilai karya seni akan dianggap berkualitas. Misalnya
nilai keindahan/estetika, sosial, kritik, hayati dan
lainnya. Maka salah satu cara agar nilai karya seni musik dapat tersampaikan
kepada penonton adalah dengan memaksimalkan penampilan (visual), diantaranya penghayatan, berpakaian,
bahasa tubuh, mimik, intonasi, bahkan menyampaikan sinopsis karya tersebut sebelum
maupun sesudah penampilan. Penghayatan dalam memebawakan sebuah musik dapat
kita dapati pada mimik muka, emosi, bahasa tubuh. Begitu juga berpakaian/style
dalam pertunjukan musik sangatlah berpengaruh, tidak mungkin pelaku seni
menampilkan musik etnik Bali berpakaian Melayu Banjar.
Tidak semua penonton mengerti esensi atas
sebuah karya seni musik dengan cara menontonnya saja, maka disinilah tugas
seorang seniman untuk pandai berkomunikasi(berbicara) menyampaikan sinopsis
dengan baik. Sehingga nilai yang terkandung dalam karyanya tersebut dapat
diterima dengan baik oleh penonton. Hal ini banyak dilakukan oleh
para seniman di daerah yang tergolong maju akan keseniannya, salah satunya Ehma
Ainun Najib (caknun) beserta grup Kiai Kanjeng dan Teater Dinasti dalam acara
Musikalisasi Puisi yang diselenggarakan di Taman Budaya Yogyakarta 2013.
Analogi sederhananya adalah seperti uang kertas pecahan 10.000. Uang merupakan benda yang berharga bagi
kita, karena dengan uang kita dapat memenuhi segala kepuasan yang kita
inginkan. Uang merupakan benda yang mempunyai dua sisi yang berbeda, namun
saling memerlukan. Apabila salah satu bagian saja tidak ada, misalnya bagian
gambar Sultan Mahmud Badaruddin, yang ada hanya gambar Rumah Limas, maka benda
ini tidak disebut sebagai uang dan tidak mempunyai nilai apapun. Atau apabila
sisi dari uang 10.000 misalnya gambar Rumah Limas kita corat-coret hingga
terlihat sangat kotor, maka dapat dipastikan tidak ada seorangpun yang ingin
untuk menggunakan ataupun menukarkannya, karena juga dianggap tidak mempunyai
nilai apapun.
Sama halnya dengan musik, kemampuan bermusik
saja tidak cukup apabila tidak diimbangi dengan kemampuan lainnya, misalnya
kemampuan verbal. Kemampuan berbicara kepada penonton adalah salah satu cara
agar penonton merasa dihargai atas kehadirannya. Prof. Djohan menegaskan dalam
kuliahnya di kelas Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, bahwa
kemampuan bermusik sesungguhnya mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan
kemampuan verbal, hal ini sudah banyak terbukti dari berbagai penelitian.
Dapat disimpulkan bahwa seni musik seperti uang
pecahan 10.000, gambar Sultan Mahmud Badaruddin sebagai kemampuan memainkan instrumen
musik dan gambar Rumah Limas adalah sebagai kemampuan aksi panggung
(komunikatif/kemampuan verbal, penghayatan, mimik dsb). Dua sisi ini saling
memerlukan agar mempunyai nilai tukar bagi uang dan “nilai jual” bagi seni
musik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar