Sabtu, 28 Maret 2015

ELEMEN-ELEMEN SENI PERTUNJUKAN : Peran, Unsur dan Nilai


Bagi masyarakat tradisional seni hanya merupakan kebutuhan sekunder saja, sebagai sarana hiburan dan bukan sesuatu yang prioritas dalam kahidupan.  Karena bagi mereka yang paling utama adalah mencari keuntungan secara ekonomi, sedangkan seni tidak dapat memberikan kesejahteraan hidup. Memang pada prinisipnya seni pertunjukan bagi masyarakat tradisional adalah untuk hiburan (orkes atau organ tunggal sebagai penghibur dalam acara perkawinan), ritual (upacara keagamaan/kepercayaan) dan pendidikan (pesan-pesan moral dalam lirik).
Namun dewasa ini seni pertunjukan bergeser kepada kebutuhan primer, di mana seni pertunjukan sangat menjadi diperlukan di berbagai bidang. Misalnya sarana politik (kampanye partai dan/atau calon kepala daerah, pengenalan suatu negara sebagai identitas diri. Bahkan bagi para pelaku seni pertunjukan dapat menjadi media utama mencari penghasilan untuk membiayai kehidupan rumah tangga hingga mapan. Dapat kita ambil contoh Ahmad Dhani beserta home prudction-nya yaitu Republik Cinta Manajemen (RCM) (mempunyai banyak pelaku seni di dalamnya), Cak Nun beserta Ki Ajeng Ganjur. Dua tokoh seniman tersebut telah membuktikan bahwa seni pertunjukan dapat menjadikan diri mereka sejahtera secara finansial (dapat menghidupi keluarga) dan secara sosial, maksudnya adalah dapat diakui oleh masyarakat bahwa pekerjaan sebagai seniman adalah layak.
***
Pengetahuan dasar tentang prinisip seni pertunjukan akan sangatlah penting, karena dapat membantu bagi para seniman itu sendiri agar pertunjukannya selalu terbilang sukses (secara finansial dan sosial). Beberpa hal terkait seni pertunjukan yang harus diketahui adalah peran, unsur, dan nilai.
Peran seni pertunjukan pada umum tidak terlepas dari berbagai aspek maupun kebutuhan. misalnya bagi masyarakat tradisional seni petunjukan berfungsi ritual keagamaan/kepercayaan, pendidikan, dan hiburan.
Sebagai ritual; setiap pergi ke sawah Budir membawa sebuah alat yang terbuat dari sebentang tali yang diikat dengan sekeping bambu. Sesampai di sawah, Budir memainkan alat tersebut dengan cara meniup kepingan bamubu dan bagian talinya di tarik, sehingga menimbulkan bunyi-bunyian yang dianggap mampu mengusir hama dan roh-roh jahat yang dapat mengganggu pertumbuhan padi. Alat tersebut merupakan alat musik yang disebut “kuriding/kariding”. Yang dilakukan Budir adalah merupaka ritual yang mengandung unsur seni dan dapat dipertunjukan dalam sebuah pementasaan.
Sebagai pendidikan; Dardi adalah anak yang nakal, malas belajar dan suka berkelahi. Suatu hari Dardi menonton sebuah drama musikal yang berjudul “Laskar Pelangi” dengan penuh penghayatan. Setelah selesai menonton pertunjukan tersebut, seketika itu juga Dardi menjadi anak yang baik, suka menolong temannya dan mempunyai cita-cita yang tinggi. Ternyata di dalam drama itu terdapat pesan-pesan moral yang positif, nilai humanis dan hayati yang sangat dalam.
Sebagai hiburan; Dudus adalah seorang pengusaha mebel. Sebagai pengusaha waktu untuk bersantai sangatlah sedikit, tenaga dan fikirannya terkuras sehingga dia merasa lelah untuk berfikir. Suatu waktu Dudus menghadiri acara perkawinan anak dari rekan kerjanya. Ditempat perkawinan itu terdapat hiburan orkes dangdut. Dia menikmati hiburan tersebut. Sepulang dari acara itu, Dudus merasa tenaganya untuk berkerja bertambah dan firikirannya menjadi segar. Musik dangdut bagi dia dapat mengusir rasa lelah atas kesibukannya sebagai pengusaha.
Sedangkan bagi masyarakat modern seni pertunjukan bergeser sebagai kebutuhan industri, politik bahkan kepentingan-kepentingan lainnya. Peran tersebut sangat terpengaruh (subyek) dan dapat berpengaruh (obyek) terhadap masyarakat. Misalnya cara berpakaian, ketika seseorang (penonton) sangat menyukai terhadap tokoh dalam sebuah pertunjukan, besar kemungkinan gaya berpakain si tokoh tersebut ditiru oleh penonton itu di kehidupan nyatanya.
Adapun seni pertunjukan terpengaruh oleh masyarakat adalah di mana kehidupan sosial masyarakat sebagai model/contoh bagi karya seni seseorang untuk dipertunjukan dalam sebuah pementasan. Artinya, sebuah karya cipta seni tersebut mengangkat nilai-nilai kehidupan sosial yang tengah terjadi. Contoh selanjutnya adalah “orkes dangdut koplo” yang ramai diminati oleh banyak masyarakat, khususya di Jawa Timur. Dapat kita kritisi, para pemusik dengan penyanyi tidak mewakili nilai/ konten dari karya cipta yang mereka pertunjukan. Namun cara berpenampilan para biduan-biduan tidak sedikit ditiru oleh para penggemarnya.
***
            Unsur-unsur seni pertunjukan secara umum ada tiga, yaitu ; seniman, karya seni dan masyarakat/penonton.
Seniman; Erwin Gutawa sebagai pencipta dan pelaku atas sebuah karya seni, khususnya dibidang musik klasik. Berbagai komposisi musik atas lagu-lagu yang diciptakan oleh Guruh Sukarno Putera dengan sentuhan musik-musik etnik nusantara menjadikan output yang sangat menarik oleh para pendengar.
Karya seni; Tari Japin Galuh Banjar merupakan salah satu nama tarian rakyat tradisional Prov. Kalimantan Selatan. Tarian tersebut menceritakan tentang kegiatan remaja puteri Banjar yang dalam kesehariannya penuh dengan keceriaan dan senang membantu sesamanya. Jadi karya seni harus mempunyai konten yang jelas, agar para pendengar mendapatkan pesan dari karya tersebut.
Masyarakat/penonton; keberadaan penonton sangatlah penting dalam seni pertunjukan, karena seniman berkarya memang untuk ditonton. Bahkan keberlanjutan seniman untuk selalu berkarya ada pada para penonton. Secara finansial penonton membayar untuk menonton pertunjukan dengan berabgai kepentingan. Bahkan masyarakat (sponsor) adalah sumber yang potensial untuk melakukan pertunjukan dan penunjang hidup bagi seniman itu sendiri berserta keluarga.
Ketiga unsur ini tidak ada yang paling diunggulkan atau utama, namu saling terkait satu dengan yang lainnya. Karya seni tidak dapat terwujud tanpa seniman, seniman tidak dapat sebagai siapa-siapa tanpa berkarya/menciptakan karya, dan karya seni tidak menjadi karya seni yang sempurna tanpa ada yang menonton atau tidak dipublis.
**
Nilai secara bahasa/etimologi adalah (menurut KBBI); harga (taksiran harga), angka, sifat-sifat, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Sedangkan secara terminologi : nilai adalah sesuatu yang besifat subyektif, tergantung kepada manusia yang menilainya (Jakob Sumarjo : 2000).
Secara umum setiap seni pertunjukan harus mempunyai nila-nilai yang terkandung di dalamnya, terutama pada karya seni yang dipentaskan. Nilai yang dimaksud bukanlah penilaian secara kuantitatif (seperti penjurian dalam festival tari) namun lebih kepada subtansi sebuah seni pertunjukan.
Subtansi yang dimaksud adalah nilai, yaitu hal yang terkandung dalam sebuah pertunjukan. Misalnya nilai keindahan; dalam sebuah konser musik nilai keindahan sangat diutamakan, terutama dalam mengharmonisasikan antar instrument. Ketiak pemusik melakukan kesalahan dalam bermain instrument, maka akan mengurangi nilai keindahan bunyi. Nilai hayati; atau nilai kehidupan. Seni pertunjukan dapat menggarmbarkan/menceritakan berbagai isu sosial dikehidupan nyata ke dalam sebuah karya cipta.

***

Ketiga elemen dalam seni pertunjukan merupakan hal mendasar yang perlu kita perhatikan seksama secara lebih jauh sebelum mengadakan pementasan, agar pementasan dapat terarah dengan baik dan dapat menyelesaikan kendala-kendala pementasan dengan cara yang tepat. Ketika satu saja dari tiga lemen ini tidak dilaksanakan atau diksampingkan, maka seni pertunjukan tidak akan terlaksana dengan baik. Bahkan tidak mengandung arti dan maksud apa-apa dalam sebuah karya seni, yang mengakibatkan hilangnya rasa minat para penonton atas karya cipta seniman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar