Bagi
masyarakat tradisional seni hanya merupakan kebutuhan sekunder saja, sebagai
sarana hiburan dan bukan sesuatu yang prioritas dalam kahidupan. Karena bagi mereka yang paling utama adalah
mencari keuntungan secara ekonomi, sedangkan seni tidak dapat memberikan
kesejahteraan hidup. Memang pada prinisipnya seni pertunjukan bagi masyarakat
tradisional adalah untuk hiburan (orkes atau organ tunggal sebagai penghibur
dalam acara perkawinan), ritual (upacara keagamaan/kepercayaan) dan pendidikan
(pesan-pesan moral dalam lirik).
Namun dewasa
ini seni pertunjukan bergeser kepada kebutuhan primer, di mana seni pertunjukan
sangat menjadi diperlukan di berbagai bidang. Misalnya sarana politik (kampanye
partai dan/atau calon kepala daerah, pengenalan suatu negara sebagai identitas
diri. Bahkan bagi para pelaku seni pertunjukan dapat menjadi media utama
mencari penghasilan untuk membiayai kehidupan rumah tangga hingga mapan. Dapat
kita ambil contoh Ahmad Dhani beserta home
prudction-nya yaitu Republik Cinta Manajemen (RCM) (mempunyai banyak pelaku
seni di dalamnya), Cak Nun beserta Ki Ajeng Ganjur. Dua tokoh seniman tersebut
telah membuktikan bahwa seni pertunjukan dapat menjadikan diri mereka sejahtera
secara finansial (dapat menghidupi keluarga) dan secara sosial, maksudnya
adalah dapat diakui oleh masyarakat bahwa pekerjaan sebagai seniman adalah
layak.
***
Pengetahuan
dasar tentang prinisip seni pertunjukan akan sangatlah penting, karena dapat
membantu bagi para seniman itu sendiri agar pertunjukannya selalu terbilang
sukses (secara finansial dan sosial). Beberpa hal terkait seni pertunjukan yang
harus diketahui adalah peran, unsur, dan nilai.
Peran seni
pertunjukan pada umum tidak terlepas dari berbagai aspek maupun kebutuhan.
misalnya bagi masyarakat tradisional seni petunjukan berfungsi ritual
keagamaan/kepercayaan, pendidikan, dan hiburan.
Sebagai
ritual; setiap pergi ke sawah Budir membawa sebuah alat yang terbuat dari
sebentang tali yang diikat dengan sekeping bambu. Sesampai di sawah, Budir memainkan
alat tersebut dengan cara meniup kepingan bamubu dan bagian talinya di tarik,
sehingga menimbulkan bunyi-bunyian yang dianggap mampu mengusir hama dan
roh-roh jahat yang dapat mengganggu pertumbuhan padi. Alat tersebut
merupakan alat musik yang disebut “kuriding/kariding”. Yang dilakukan Budir
adalah merupaka ritual yang mengandung unsur seni dan dapat dipertunjukan dalam
sebuah pementasaan.
Sebagai pendidikan;
Dardi adalah anak yang nakal, malas belajar dan suka berkelahi. Suatu hari
Dardi menonton sebuah drama musikal yang berjudul “Laskar Pelangi” dengan penuh
penghayatan. Setelah selesai menonton pertunjukan tersebut, seketika itu juga
Dardi menjadi anak yang baik, suka menolong temannya dan mempunyai cita-cita
yang tinggi. Ternyata di dalam drama itu terdapat pesan-pesan moral yang
positif, nilai humanis dan hayati yang sangat dalam.
Sebagai hiburan;
Dudus adalah seorang pengusaha mebel. Sebagai pengusaha waktu untuk bersantai
sangatlah sedikit, tenaga dan fikirannya terkuras sehingga dia merasa lelah
untuk berfikir. Suatu waktu Dudus menghadiri acara perkawinan anak dari rekan
kerjanya. Ditempat perkawinan itu terdapat hiburan orkes dangdut. Dia menikmati
hiburan tersebut. Sepulang dari acara itu, Dudus merasa tenaganya untuk
berkerja bertambah dan firikirannya menjadi segar. Musik dangdut bagi dia dapat
mengusir rasa lelah atas kesibukannya sebagai pengusaha.
Sedangkan bagi
masyarakat modern seni pertunjukan bergeser sebagai kebutuhan industri, politik
bahkan kepentingan-kepentingan lainnya. Peran tersebut sangat terpengaruh (subyek)
dan dapat berpengaruh (obyek) terhadap masyarakat. Misalnya cara berpakaian,
ketika seseorang (penonton) sangat menyukai terhadap tokoh dalam sebuah
pertunjukan, besar kemungkinan gaya berpakain si tokoh tersebut ditiru oleh
penonton itu di kehidupan nyatanya.
Adapun seni
pertunjukan terpengaruh oleh masyarakat adalah di mana kehidupan sosial
masyarakat sebagai model/contoh bagi karya seni seseorang untuk dipertunjukan
dalam sebuah pementasan. Artinya, sebuah karya cipta seni tersebut mengangkat
nilai-nilai kehidupan sosial yang tengah terjadi. Contoh selanjutnya adalah
“orkes dangdut koplo” yang ramai diminati oleh banyak masyarakat, khususya di
Jawa Timur. Dapat kita kritisi, para pemusik dengan penyanyi tidak mewakili
nilai/ konten dari karya cipta yang mereka pertunjukan. Namun cara
berpenampilan para biduan-biduan tidak sedikit ditiru oleh para penggemarnya.
***
Unsur-unsur
seni pertunjukan secara umum ada tiga, yaitu ; seniman, karya seni dan
masyarakat/penonton.
Seniman;
Erwin Gutawa sebagai pencipta dan pelaku atas sebuah karya seni, khususnya
dibidang musik klasik. Berbagai komposisi musik atas lagu-lagu yang diciptakan
oleh Guruh Sukarno Putera dengan sentuhan musik-musik etnik nusantara
menjadikan output yang sangat menarik oleh para pendengar.
Karya seni; Tari Japin Galuh Banjar merupakan salah
satu nama tarian rakyat tradisional Prov. Kalimantan Selatan. Tarian tersebut
menceritakan tentang kegiatan remaja puteri Banjar yang dalam kesehariannya
penuh dengan keceriaan dan senang membantu sesamanya. Jadi karya seni harus
mempunyai konten yang jelas, agar para pendengar mendapatkan pesan dari karya
tersebut.
Masyarakat/penonton;
keberadaan penonton sangatlah penting dalam seni pertunjukan, karena seniman
berkarya memang untuk ditonton. Bahkan keberlanjutan seniman untuk selalu
berkarya ada pada para penonton. Secara finansial penonton membayar untuk
menonton pertunjukan dengan berabgai kepentingan. Bahkan masyarakat (sponsor)
adalah sumber yang potensial untuk melakukan pertunjukan dan penunjang hidup
bagi seniman itu sendiri berserta keluarga.
Ketiga unsur
ini tidak ada yang paling diunggulkan atau utama, namu saling terkait satu
dengan yang lainnya. Karya seni tidak dapat terwujud tanpa seniman, seniman
tidak dapat sebagai siapa-siapa tanpa berkarya/menciptakan karya, dan karya
seni tidak menjadi karya seni yang sempurna tanpa ada yang menonton atau tidak
dipublis.
**
Nilai secara
bahasa/etimologi adalah (menurut KBBI); harga (taksiran harga), angka,
sifat-sifat, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya.
Sedangkan secara terminologi : nilai adalah sesuatu yang besifat subyektif,
tergantung kepada manusia yang menilainya (Jakob Sumarjo : 2000).
Secara umum
setiap seni pertunjukan harus mempunyai nila-nilai yang terkandung di dalamnya,
terutama pada karya seni yang dipentaskan. Nilai yang dimaksud bukanlah
penilaian secara kuantitatif (seperti penjurian dalam festival tari) namun lebih
kepada subtansi sebuah seni pertunjukan.
Subtansi
yang dimaksud adalah nilai, yaitu hal yang terkandung dalam sebuah
pertunjukan. Misalnya nilai keindahan; dalam sebuah konser musik nilai
keindahan sangat diutamakan, terutama dalam mengharmonisasikan antar
instrument. Ketiak pemusik melakukan kesalahan dalam bermain instrument, maka
akan mengurangi nilai keindahan bunyi. Nilai hayati; atau nilai kehidupan. Seni
pertunjukan dapat menggarmbarkan/menceritakan berbagai isu sosial dikehidupan
nyata ke dalam sebuah karya cipta.
***
Ketiga
elemen dalam seni pertunjukan merupakan hal mendasar yang perlu kita perhatikan
seksama secara lebih jauh sebelum mengadakan pementasan, agar pementasan dapat
terarah dengan baik dan dapat menyelesaikan kendala-kendala pementasan dengan
cara yang tepat. Ketika satu saja dari tiga lemen ini tidak dilaksanakan atau
diksampingkan, maka seni pertunjukan tidak akan terlaksana dengan baik. Bahkan
tidak mengandung arti dan maksud apa-apa dalam sebuah karya seni, yang
mengakibatkan hilangnya rasa minat para penonton atas karya cipta seniman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar