Sabtu, 28 Maret 2015

RELAVANSI PENCATATAN HUKUM ISLAM DENGAN HUKUM POSITIF


Islam tidak mengajaran secara langsung pernikahan itu harus dicatatkan ke dalam buku kepemerintahan suatu negara. Tidak ada anjuran maupun perintah yang secara tegas dalam firman Allah swt Al-Qur’an maupun sabda Rasulullah saw. Pada zaman para mazhab fuqaha juga tidak didapati praktek pencatatan nikah ke dalam buku negara, maupun dalam kitab-kitab fiqihnya. Hanya ada dalam praktek para mazhab fiqih adalah konsep nikah sirri. Berdasarkan atas kepercayaan setiap individu maupun kelampok. Karena permasalahan pada zaman tersebut tidak terlalu kompleks seperti pada zaman modern hingga detik ini.
·         Konsep Perundang-undangan Keluarga Islam di Indonesia
UU No. 1 Tahun 1974 bukanlah UU pertama yang mengatur tentang pencatatan perkawinan bagi muslim Indonesia. Sebelumnya sudah ada UU No. 22 Tahun 1946, yang mengatur tentang Pencatatan Nikah, talak dan rujuk. Tentang pencatatan perkawinan dalam UU No. 22 Tahun 1946 disebutkan:
(i)     Perkawinan diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah
(ii)   Bagi pasangan yang melakukan perkawinan tanpa pengawasan dari Pegawai Pencatat Nikah dikenakan hukuman karena merupakan satu pelanggaran.
Kemudian dalam UU No. 1 Tahun 1974, yang pelaksanaannya berlaku secara efektif mulai tanggal 1 Oktober 1975, tentang pencatatan perkawinan disebutkan, “ tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan Perundang-undangan yang berlaku “.
Kemudian dalam PP No. 9 Tahun 1975 yang merupakan peraturan tentang pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan bagi penganut Islam dilakukan oleh pegawai pencatat, dengan tat cara (proses) pencatatan yang dimulai dengan:
(i)     Pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan
(ii)   Pelaksanaan akad nikah dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi
(iii) Penandatanganan akta perkawinan oleh kedua saksi, pegawai pencatat dan wali
Orang yang tidak memberitahu kepada pegawai pencatat tentang melaksanakan perkawinan, maka perbuatan tersebut adalah pelanggaran yang dapat dihukum dengan denda setinggi-tingginya Rp 7.500.
Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, tujuan pencatatan perkawinan adalah untuk menjamin ketertiban perkawinan dan bukti bahwa seseorang sudah melangsungkan perkawinan dengan adanya pembuktian akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatatan nikah.   



·         Perbandingan UU Keluarga Muslim di Indonesia dengan Perundang-undangan di Negara  Lain
1.      Malaysia
      Petugas pencatat akta nikah diangkat oleh kedutaan atau konsul Malaysia di negara bersangkutan. Pencatatan nikah dilakukan sesudah akad nikah.  Klantan dan Perak dapat dilakukan  7 hari setelah akad nikah.Apabila tidak melakukannya, maka dianggap tindakkan pidana. Dapat didenda seribu ringgit atau kurungan selama 6 bulan.
2.      Brunei Darussalam
Orang yang melakukan pernikahan tanpa dicatatkan maka dianggap tindak pidana. Dapat dijatuhkan denda maupun kurungan.
3.      Singapore
Negara ini mengharuskan pencatatan nikah dilakukan, dan merupakan pelanggaran bagi yang tidak mencatatkan perkawinan. Bagi pelanggarnya dapat di hukum  maksimal 6 bulan penjara dan/ denda sebesar $500.
·         Perbandingan UU Keluarga (kontemporer) dengan Konsep Fikih (Konvensional)

Masalah
UU
Fikih
Pencatatan

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indoesia disebutkan bahwa pencatatan perkawinan dilakukan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat  Nikah.(pasal 5 ayat 2).
UU No. 1 Th. 1974, Pasal 2 ayat (2): Tiaptiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Ayat (2): Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Penctat nikah sebagaimana diatur dalam UU
No. 22 Th. 1946 jo. UU No. 32 Th. 1954.
Dalam konsep fikih kalisik khususnya pernikahan tidak dicatatkan ke dalam dokumen negara. Cukup hanya dihadiri wali, saksi dan mempelai.
Cukup diumumkan/publikasikan dengan walimah,

·         Nash Tentang Pencatatan Pernikahan
Ø Al-Qur’an   
“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang), akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian, dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “. (Al-Baqarah: 282)
·         Pemahaman  Terhadap  Nash  Secara Kontekstual
Ada tiga poin yang dapat diambil dalam sejumlah nash tersebut yang mana memerintahkan untuk pengumuman, walimah, dan saksi tersebut.
1.)    Pernikahan merupakan urusan publik, masyarakat harus mengetahui  dengan status pernikahan seseorang. Baik orang yang berkepentingan secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu Rasul memerintahkan (I’lan) berita luaskan tentang adanya pernikahan.
2.)    Masyarakat diharapkan dapat menjadi sarana pengakuan dan penjamin hak atas status tersebut.
3.)    Adapun bentuk pengakuan dan penjaminan hak tersebut lahir dalam walimatul urs  dan publikasi.
·         Tujuan (maqasid al Syariah), ‘Illat Sesuai dengan Konteks di Masa Nabi Saw
Konten dari beberapa nash tersebut tentang walimatul urs adalah ketika diselenggarakannya sebuah pernikahan, maka masyarakat yang ada disekitar wajib sekiranya mengetahui. Agar terhindarnya suatu fitnah atas kedua pasangan mempelai tersebut. Dengan demikian kemaslahatannya dan ketenangan psikologis dalam keluarga terjamin oleh pengakuan masyarakat . Misalnya ketika mempelai jalan bersama sambil bergandengan tangan. Kerena mereka telah menikah dan diketahui oleh publik, maka mereka tidak menjadi bahan pembicaraan yang negatif dalam masyarakat. Maupun  juga ketika pasangan mempelai mempunyai keturunan maka keturunan itu dapat diterima di tengah masyarakat.
·         Konteks Pada Masa Sekarang
Pada masa Nabi pengakuan dan jaminan terhadap kesahaan atas suatu perkawinan hanya cukup dengan pengumuman secara lisan kepada masyarakat. Namun seiring berkembangnya masyarakat yang madani, administrasi, ketatanegaraan, bentuk pengakuan dan jaminan ikut mengalami perkembangan. 
Pada masa sekarang bentuk pengakuan tidak hanya dengan mengadakan perayaan (walimah) saja, namun  juga negara ikut ambil andil dalam melindungi hak pasangan yang ingin melakukan pernikahan. Yaitu berupa pengakuan yang dituangkan dalam tulisan atau yang sering kita sebut akta nikah.
·         Ketetapan Hukum Untuk Masa Sekarang Sesuai dengan Tujuan dan Substansi Nash
Relevansi pengumuman kepada masyarakat pada masa nabi dengan pencatatan akta nikah atas suatu pernikahan adalah sama-sama dalam rangka menjamin pengakuan hak dari sang mempelai. Jika hanya pengumuman dilakukan masa sekarang tidak dapat dilaksakan lagi. Dikarenakan semakin bertambahnya jumlah masyarakat muslim maupun non-muslim. Maka perlu pembuktian status dengan tulisan atau  akta nikah.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar