Islam tidak mengajaran secara langsung pernikahan itu harus
dicatatkan ke dalam buku kepemerintahan suatu negara. Tidak ada anjuran maupun
perintah yang secara tegas dalam firman Allah swt Al-Qur’an maupun sabda
Rasulullah saw. Pada zaman para mazhab fuqaha juga tidak didapati praktek
pencatatan nikah ke dalam buku negara, maupun dalam kitab-kitab fiqihnya. Hanya
ada dalam praktek para mazhab fiqih adalah konsep nikah sirri. Berdasarkan atas
kepercayaan setiap individu maupun kelampok. Karena permasalahan pada zaman
tersebut tidak terlalu kompleks seperti pada zaman modern hingga detik ini.
·
Konsep
Perundang-undangan Keluarga Islam di Indonesia
UU No. 1 Tahun 1974 bukanlah UU pertama yang mengatur tentang
pencatatan perkawinan bagi muslim Indonesia. Sebelumnya sudah ada UU No. 22
Tahun 1946, yang mengatur tentang Pencatatan Nikah, talak dan rujuk. Tentang
pencatatan perkawinan dalam UU No. 22 Tahun 1946 disebutkan:
(i)
Perkawinan
diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah
(ii)
Bagi
pasangan yang melakukan perkawinan tanpa pengawasan dari Pegawai Pencatat Nikah
dikenakan hukuman karena merupakan satu pelanggaran.
Kemudian dalam
UU No. 1 Tahun 1974, yang pelaksanaannya berlaku secara efektif mulai tanggal 1
Oktober 1975, tentang pencatatan perkawinan disebutkan, “ tiap-tiap perkawinan
dicatat menurut peraturan Perundang-undangan yang berlaku “.
Kemudian dalam
PP No. 9 Tahun 1975 yang merupakan peraturan tentang pelaksanaan Undang-undang
No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan bagi penganut Islam dilakukan oleh
pegawai pencatat, dengan tat cara (proses) pencatatan yang dimulai dengan:
(i)
Pemberitahuan
kehendak melangsungkan perkawinan
(ii)
Pelaksanaan
akad nikah dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi
(iii) Penandatanganan akta perkawinan oleh kedua saksi, pegawai pencatat
dan wali
Orang yang
tidak memberitahu kepada pegawai pencatat tentang melaksanakan perkawinan, maka
perbuatan tersebut adalah pelanggaran yang dapat dihukum dengan denda
setinggi-tingginya Rp 7.500.
Dalam Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia, tujuan pencatatan perkawinan adalah untuk menjamin
ketertiban perkawinan dan bukti bahwa seseorang sudah melangsungkan perkawinan
dengan adanya pembuktian akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatatan nikah.
·
Perbandingan
UU Keluarga Muslim di Indonesia dengan Perundang-undangan di Negara Lain
1.
Malaysia
Petugas pencatat akta nikah diangkat oleh
kedutaan atau konsul Malaysia di negara bersangkutan. Pencatatan nikah
dilakukan sesudah akad nikah. Klantan dan Perak dapat dilakukan 7 hari setelah akad nikah.Apabila tidak melakukannya, maka dianggap
tindakkan pidana. Dapat didenda seribu ringgit atau kurungan selama 6 bulan.
2.
Brunei Darussalam
Orang yang
melakukan pernikahan tanpa dicatatkan maka dianggap tindak pidana. Dapat
dijatuhkan denda maupun kurungan.
3.
Singapore
Negara ini
mengharuskan pencatatan nikah dilakukan, dan merupakan pelanggaran bagi yang
tidak mencatatkan perkawinan. Bagi pelanggarnya dapat di hukum maksimal 6 bulan penjara dan/ denda sebesar
$500.
·
Perbandingan
UU Keluarga (kontemporer) dengan Konsep Fikih (Konvensional)
Masalah
|
UU
|
Fikih
|
Pencatatan
|
Dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indoesia disebutkan bahwa pencatatan
perkawinan dilakukan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.(pasal 5 ayat 2).
UU
No. 1 Th. 1974, Pasal 2 ayat (2): Tiap‐tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang‐undangan
yang berlaku.
Ayat
(2): Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai
Penctat nikah sebagaimana diatur dalam UU
No.
22 Th. 1946 jo. UU No. 32 Th. 1954.
|
Dalam konsep fikih kalisik khususnya pernikahan tidak dicatatkan
ke dalam dokumen negara. Cukup hanya dihadiri wali, saksi dan mempelai.
Cukup diumumkan/publikasikan dengan walimah,
|
·
Nash
Tentang Pencatatan Pernikahan
Ø Al-Qur’an
“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang), akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan
janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian, dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “. (Al-Baqarah: 282)
·
Pemahaman Terhadap
Nash Secara Kontekstual
Ada tiga poin
yang dapat diambil dalam sejumlah nash tersebut yang mana memerintahkan untuk
pengumuman, walimah, dan saksi tersebut.
1.)
Pernikahan
merupakan urusan publik, masyarakat harus mengetahui
dengan status pernikahan seseorang. Baik orang yang berkepentingan
secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu Rasul memerintahkan
(I’lan) berita luaskan tentang adanya pernikahan.
2.)
Masyarakat
diharapkan dapat menjadi sarana pengakuan dan penjamin hak atas status
tersebut.
3.)
Adapun
bentuk pengakuan dan penjaminan hak tersebut lahir dalam walimatul urs dan publikasi.
·
Tujuan (maqasid al Syariah), ‘Illat Sesuai
dengan Konteks di Masa Nabi Saw
Konten dari beberapa nash tersebut tentang walimatul urs adalah
ketika diselenggarakannya sebuah pernikahan, maka masyarakat yang ada disekitar
wajib sekiranya mengetahui. Agar terhindarnya suatu fitnah atas kedua pasangan
mempelai tersebut. Dengan demikian kemaslahatannya dan ketenangan psikologis
dalam keluarga terjamin oleh pengakuan masyarakat . Misalnya ketika mempelai
jalan bersama sambil bergandengan tangan. Kerena mereka telah menikah dan
diketahui oleh publik, maka mereka tidak menjadi bahan pembicaraan yang negatif
dalam masyarakat. Maupun juga ketika
pasangan mempelai mempunyai keturunan maka keturunan itu dapat diterima di
tengah masyarakat.
·
Konteks Pada Masa Sekarang
Pada masa Nabi pengakuan dan jaminan terhadap kesahaan atas suatu
perkawinan hanya cukup dengan pengumuman secara lisan kepada masyarakat. Namun
seiring berkembangnya masyarakat yang madani, administrasi, ketatanegaraan,
bentuk pengakuan dan jaminan ikut mengalami perkembangan.
Pada
masa sekarang bentuk pengakuan tidak hanya dengan mengadakan perayaan (walimah)
saja, namun juga negara ikut ambil andil
dalam melindungi hak pasangan yang ingin melakukan pernikahan. Yaitu berupa
pengakuan yang dituangkan dalam tulisan atau yang sering kita sebut akta nikah.
·
Ketetapan Hukum Untuk Masa Sekarang Sesuai
dengan Tujuan dan Substansi Nash
Relevansi
pengumuman kepada masyarakat pada masa nabi dengan pencatatan akta nikah atas
suatu pernikahan adalah sama-sama dalam rangka menjamin pengakuan hak dari sang
mempelai. Jika hanya pengumuman dilakukan masa sekarang tidak dapat dilaksakan
lagi. Dikarenakan semakin bertambahnya jumlah masyarakat muslim maupun
non-muslim. Maka perlu pembuktian status dengan tulisan atau akta nikah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar